Sabtu, November 17, 2007

PEREMPUAN



kekasih membungkus lautan air matanya,
menyerahkan pada harapan, yang mengalir keribu sungai di pulau yang silam.

kekasih memenggulung bumi rahim kesuburannya,
menyerahkan pada cahaya, yang memancarkan harapan di waktu lalu.

kekasih merengkuh matahari keberaniannya,
menyerahkan pada perlawanan, yang bangkit dalam waktu.ialah Cinta yang dulu juga.

didalam hidup
jalan dalam arus
yang menderita
yang bercinta
yang berjuang
yang teringat
selalu ke dulu lagi

Prio Utomo

Senin, November 05, 2007

Jangan Berhenti Bertanya


Di dalam hidup ada banyak pengetahuan yang bisa dijadikan patokan dan jawaban atas pertanyaan refleksi yang tak kunjung berakhir "Kenapa ada Dunia" "Kenapa Ada manusia" "Kenapa Aku dilahirkan Sebagai Amerika, Rusia, Inggris, Belanda, China, Vietnam, Negro, Timor Leste, Somalia, Indonesia, jawa, palembang, padang, papua, dll..."

pertanyaan yang tidak akan pernah usai.. namun yang jelas.. didalam hidup kita temui semua hal-hal yang sangat betentangan satu sama lain terhadap pemaknaan hidup.

ada yang memaknai hidup dengan menumpuk kekayaan yang tidak ternilai dengan rumah mewah, gaya hidup mewah, dengan pengeluaran jutaan rupiah dalam satu hari.. tanpa merasa terbebani dengan situasi di sekitarnya yang hanya untuk mendapatkan uang 1000 rupiah saja sangat sulit dan terbelit kemiskinan yang sudah berkarat.

tetapi si Miskin yang mayoritas itupun tak juga merasa ada sesuatu yang salah dengan hidupnya karena menganggap semuanya wajar... Sebuah Kehidupan..

ada yang kalah ada yang menang.. ada yang kaya ada yang miskin dan tidak perlu ada pertannya kenapa? karena semua berjalan seperti wajarnya lakon drama yang mengalir begitu saja.

PERSIS

ketika aku masih berusia 9 tahun... waktu itu orang tuaku hidup didaerah transmigrasi di Sumatra Selatan, Desa dangku, Megang sakti, Lubuk linggau. pada tahun 1987an terjadi krisis di wilayah tersebut dan dalam keseharianya kami terbiasa hidup dalam situasi yang sangat sulit, makan nasi kadang hanya 1 kali dalam satu hari, biasanya malam hari saja, siang hari makan ubi rebus dengan garam, pagi hari makan ubi rebus dengan jelantah bekas minyak untuk menggoreng ikan asin, jika bosan, kami sudah biasa dengan variasi menu yang serba ubi, seperi Sawut, Gatot, Growol atau Tiwul. namun tetap saja tanpa sayaur mayaur dan lauk. makan nasi pun kami terbiasa dengan mencampur dengan jelantah dan garam dan paling favorit adalah dengan Micin (Ajinomoto) yang rasanya lebih sedap. kadang kami bisa makan dengan lauk 1 butir telur yang dibagi menjadi 4-5 iris.

apakah ini bentuk kehidupan yang miskin?

Iya dan Tidak.

Iya jika sekarang aku melihat dari sisi yang berbeda, bahwa didunia ini ada kehidupan lain yang lebih bisa dikatakan sejahtera.

namun aku sendiri tidak merasa miskin tentu saja pada waktu itu karena bukan hanya keluargaku saja yang hidup dalam situasi seperti itu tetapi tetanggaku juga, desa ku juga, dan tetangga desaku pun hidaup dalam situasi yang persis sama bahkan ada yang tidak mampu beli beras lagi jadi hanya makan hasil olahan Ubi kayu. sebuah parodi kebersamaan dalam kemiskinan.

dan itulah lakon... KEBENARAN... hanya mampu dilihat sebagai kebenaran yang sesungguhnya atau hanya sekedar kamuflase dari kebenaran itu sendiri... juga pemaknaan terhadap kehidupan di dunia ini...

hanya ditentukan:

Dari mana sudut pandang kita...

persis seperti perdebatan filosofi yang tak pernah bisa selesai meskipun bisa diurai sepanjang sejarah... Thales, Socrates, Aristoteles, Plato, Nietche, Lenin, Max Weber, Pascal, Yesus, Muhammad, Confusius, dll.. memiliki kebenaran sendiri-sendiri dan mereka BENAR dari sudut mereka melihat... tetapi apakah itu sebuah kebenaran MUTLAK? butuh uraian lagi yang tak akan SELESAI...

namun jangan pernah berhenti bertanya... karena itulah kebenaran yang sesungguhnya dalam refleksi kehidupan.