Selasa, Februari 19, 2008

Konspirasi Membungkam Sang Mayor

…bisu di sekelilingku saat ini,
Hatiku beku dadaku bergetar
Tak lagi merasakan air mata yang mengalir
Tak ada lagi tawamu kawan…



petikan gitar dari tangan lincah Gastao Salsinha seakan mengiringi getirnya hari-hari terakhir Alfredo Reinado Alves sebelum sebuar peluru tajam menghentak tepat dikepalanya, dari mata tembus menyobek kulit belakang kepala Sang Mayor.

Medio 11 february 2008, mejadi hari bersejarah di Timor Leste. hari bersejarah yang masih menyisakan banyak teka-teki dalam masyarakat. layaknya sebuah sejarah politik yang tidak akan mudah diungkap sebagaimana yang sudah dicatat dan dibacakan oleh media sebagai sejarah. dan disinipun telah dibacakan Sang Mayor Alfredo Reinado Alves adalah Pemberontak terhadap pemimpin yang berdaulat.

Indonesia setelah 20 tahun Merdeka
Medio tahun 1965-1966 dimulailah sejarah kelam bangsa Indonesia dalam upaya menggulingkan Presiden pertama RI Soekarno. Dalam hal ini sejarah (dalam teks yang dibuat media Orde Baru) mencatat bahwa tergulingnya kekuasaan Bung Karno akibat dari dimulainya Pemberontakan dan pembunuhan terhadap para Jendral Angkatan darat yang dilakukan oleh Partai terbesat saat itu yaitu Partai Komunis Indonesia (PKI) dengan isu utama Dewan .

Senin, Februari 11, 2008

TEWASNYA ALFREDO


Pagi tadi tidak seperti biasanya Sebastian datang lebih awal jam 7.00 WTL (Jam 6 Pagi). dengan ketukan yang keras dia berteriak.. Pak Priyo... Pak Priyoo.. aku langsung terhenyak. buyar semua mimpi-mimpi yang tersisa di pagi ini. padahal satu-satunya hiburan yang sehat di Dili adalah bisa bermimpi.
antara sadar dan tidak kubuka pintu kamar. "Ada Apa Bas?" teriakku dengan rasa ingin tahu.
"Mayor Pak.. Mayor menyerang Presidente Ramos Horta" "tadi ada tembakan, kolega bilang Maor menyerang Ramos". sahut Bastian sang supir yang sangat loyal.
Tak lama kemudian terdengar suara tembakan dari arah gunung Lahane. Semua orang-orang disekitar Villa Verde, hotel tempat aku menginap dalam satu bulan ini berkerumun saling bergunjing satu dengan yang lain "wah Katuas" "katuas juga diserang" uajr salah seorang, 'ya beritanya memang begitu Katuas diserang Mayor" tapi Mayor tertembak oleh pengawalnya Katuas".
"Pak informasi di radio Mayor tertembak" "Mayor Mati" kata Bastian sambil berkaca-kaca. "Ah tapi tidak mungkin semudah itu, Mayor Tidak akan mati, Mayor punya biru" ujarnya berulang ulang. memang selama ini sejak satu setengah tahun yang lalu Bastian ikut aku, dia juga dijadikan salah satu informan Mayor. karena beberapa kali situasi politik sedang genting, Mayor akan menghubungi person kontaknya yang tersebar di Dili, dari mulai pejabat sampai tingkat sopir seperti Bastian untuk memastikan situasi.

Informasi masih simpang siur. segera kuhubungi teman baikku Maung Quim Gusmao yang juga keponakan Perdana Mentri Xanana Gusmao yang lebih akrab di sapa "Katuas'.
"Hai Pak Prio, Bondia, Pak Prio Tenang saja, saya selamat, Katuas juga selamat, sekarang kami masing-masing berada diwilayah steril, Pak Prio jaga diri saja" Cerocos Maung Quim seolah bisa membaca pertanyaan yang masih berkecamuk di benakku pagi ini. "Maung, bagaimana dengan Mayor?" tanyaku, "informasi sementara Mayor tertembak, tapi ini masih simpang siur, ada yang bilang Mayor mati di kediaman Ramos, t api tadi aku telpon teman di FDTL katanya Mayor tertembak di Lahane tapi..." telpon terputus. signal telpon pagi ini menghilang, karena setiap orang yang memiliki HP semuanya memencet tombol untuk mengetahui kejadian subuh tadi.

tanpa sikat gigi dengan pepsodent supaya senyum lebih hidup, tanpa kopi dan sarapan Roti Paung yang menyangkut diperutku terlebih dahulu seperti biasa jika menyambut pagi, (Paung adalah roti khas timor yang terbuat dari terigu dan keras), aku segera mengajak Bastian untuk ke BTK (Bakti Timor Karya) untuk menemui Pak Frans. Pak Frans adalah salah satu "Laota" "pengusa wilayah'. dalam tradisi kaum China "laota" adalah salah seorang yang dituakan, dituakan bukan semata umurnya tetapi dinilai lebih karena karyanya disuatu tempat. nah Pak Frans sudah berada di Timor Leste sejak 28 tahun yang lalu (sekitar tahun 1980). semasa indonesia Pak Frans sebagai pengusaha dekat dengan para Jendral dari Jakarta yang bertugas di Dili, tetapi seperti watak pengusaha pada umumnya yang tidak bicara dalam konteks politik tapi lebih stabilitas, Pak frans membangun relasi juga dengan Falintil (Pasukan bawah tanah yang melawan indonesia). sehingga ketika indonesia tepatnya tentara harus hengkang dari Timor Leste, Pak Frans masih bisa berdiri dengan kokoh lagi, meskipun pada tahun 1999 seluruh asetnya hilang. Tidak hanya itu di jaman pemerintahan Mari Alkatiri ataupun Xanana Gusmao, Pak Frans masih bisa berdiri kokoh, karena sikapnya yang teguh tidak berpolitik di satu kaki. namun meskipun tidak berpihak secara politik, kedekatan Pak Frans dengan Xanana Gusmao tidak diragukan. perang Pak Frans lebih sebagai penasehat spiritulnya Xanana dan hubungan mereka banyak terjadi karena hubungan bathin.
memasuki ruang kerja pribadinya Pak Frans, langsung terasa nuansa religiusnya, sebuah foto para martir dan Santo, ada juga santo yang kukenali yaitu Fransiskus Xaverius yang ditaruh dibawah foto Bunda Maria yang dianggap sebagai dewi Quan in, lalu ada slib dan lilin warna merah yang masih menyala, dibalik gambar Santo-santo, kulihat seekor cicak yang mengintip ketakutan karena kuketahui tempat persembunyiannya. tak sampai kubuat lari cicak itu karena sapaan pak Frans "Apa kabar Pak Radius". lagi-lagi salah ucap. karena orang-orang di Dili ada yang mengenaliku dengan nama Prio, tapi tak kalah banyak yang memanggilku Tadius. mereka lebih senang menggunakan nama Babtis atau nama gereja. yang buatku lebih keren. namun khusus Pak Frans dia selalu memanggil dengan nama yang baru "Radius". mungkin dia pernah dekat dengan Radius Prawiro. aku tak tahu.
"Selamat pagi Pak kabar Baik Pak terima kasih" biasa orang timur selalu basa basi dahulu. "duduk Pak Radius" ajak Pak Frans yang selalu kuterjemahkan sebagai "perintah". lha boss saya saja Pak Hidajatno sangat sungkan dengan Laota ini, apalagi saya, jadi pasti apa yang keluar dari Laota ini selalu saya terjemahkan sebagai "Sabda" yang harus dijalankan. dengan agak gemetar dan khas Jawa yang sulit hilang yaitu takut salah aku pun memberanikan diri bertanya "Gimana Pak Frans kabar hari ini? saya dengar Alfredo menyerang kediaman Ramos Horta, dan tewas disana. bagaimana dengan Katuas". tanyaku dengan bahasa indonesia yang kalau direkam dan diputar ulang akan terdengar cegkokan "Medok"nya.
"Iya Pak Radius, Mayor sudah tertembak, tapi sekarang FDTL sudah menguasai situasi, Katuas sudah selemat tapi mobil yang Beliau pakai hancur" kata Pak Frans "Afuk sekarang sedang pergi cari informasi karena semua telepon sekarang ngadat" imbuhnya.
"Saya sudah bilang sama Afuk ini bulan hati-hati dengan Kuda, pasti ada jebakan. ini dibuku ini sudah tertulis bahwa Shio Kuda harus hati-hati dari bulan january sampai bulan Februari ini karena di tahun Tikus, Kuda sedang berada dalam posisi yang paling bawah, Nah kalau Katuas memang dilindungi dan Beliau akan selamat sampai 60 tahun berikutnya, karena tradisi kita setiap orang yang terbebas atau luput dari pembunuhan berencana maka selama 60 tahun berikutnya dia akan aman-aman saja". khas Pak Frans yang sedang berbicara dari sudut Spiritualitas.
tak lama kemudian Afuk datang, langsung menceritakan kabar yang dia dapatkan.
"Mayor tertembak di matanya tembus sampai batok kepalanya yang belakang, otaknya keluar berceceran, sekarang dibawa kerumah sakit untuk diotopsi, Ramos Horta juga tertembak di Perut dan punggungnya, sekarang sedang di operasi di Rumah sakit Camp tentara Australia di Aimutin, sekarang sedang diatur untuk dibawa ke Australia". kata Afuk berapi-api sambil memperagakan gerakan yang didak nyambung dengan ceritanya. "Mayor tertembak di Lahane oleh pengawal Katuas, sementara yang menyerang Ramos Shalshina".

sampai sore hari kota Dili menjadi lumpuh, semua orang berkerumun untuk membicarakan Mayor, Xanana dan Ramos Horta. semua bercerita tentang konspirasi, jebakan, lulik, biru atau ilmu hitam dan lainya yang terkait dengan aji-aji.
akhirnya Dili berada dalam satu babak lagi kemuraman yang ditandai diberlakukannya darurat militer dan jam malam. dari jam 20.00 - 06.00 masyarakat tidak ada yang boleh berada diluar rumah meskipun dihalaman rumahnyapun dilarang.
dan Dili kembali berada dalam tanda tanya besar "Kapan kekerasan ini berakhir", ditambah lagi pertanyaan 1 juta rakyat timor dan ribuan pendatang 'siapa dan kenapa mereka saling membunuh?"
aku hanya membhatin, jelas ini sebuah konspirasi besar.