Langit adalah batas pandang manusia yang tidak terbatas. layaknya sebuah langit kadang tampak biru, tenang, tentram, stabil tiba-tiba bisa bergolak dengan awan yang pekat dan kabut menutup lazuardi yang indah. begitulah pikiran manusia. tiada batas, kadang begitu runut dan sistematis, tapi kadang bergolak. Langit Kata-Kata, adalah catatan personal. yang bisa menampung semua ide, Refleksi, pikiran dan catatan harian yang selalu bersliweran untuk sebuah pertanyaan dan perjalanan hidup.
Sabtu, Oktober 29, 2011
WEK WEK karya Anton Chekov
Naskah Drama ini pernah kami pentaskan saat Dies Natalis STF Driyarkara tahun 1999. saat itu saya masih bergabung di Teater TERA, yaitu teater yang bernaung di bawah Senat mahasiswa Driyarkara.
Lakon:
Sutradara : Mamok Pratomo
Semar : Tadius Prio Utomo
Bagong : Piter Leki Babi
Gareng : Nendro Saputro
Petru : Frater CICM (lupa)
ADEGAN I
SEKELOMPOK BEBEK MEMASUKI PANGGUNG
Petruk : Sejauh mata memandang, sawah luas terbentang, tapi tidak sebidang tanah pun milikku. Padi aku yang tanam, juga aku yang ketam. Tapi tidak segenggam milikku. Bebek tiga puluh ekor, semuanya tukang bertelor. Tapi tidak juga sebutir adalah milikku. Badan hanya sebatang, hampir-hampir telanjang. Hanya itu saja milikku.
ADEGAN II
BAGONG DAN PENGAWALNYA MEMASUKI PANGGUNG
Bagong : Aku orang berada, apa-apa ada. Juga buah dada, itulah beta. Sawah berhektar-hektar, pohon berakar-akar, rumah berkamar-kamar, itulah nyatanya. Kambing berekor-ekor, bebek bertelor-telor, celana berkolor-kolor, film berteknik kolor. Perut buncit ada, mata melotot ada, pelayan ada, pokoknya serba ada.
ADEGAN III
GARENG DAN EMPAT KAWANNYA MEMASUKI PANGGUNG
Gareng : Badannya langsing, matanya juling, otaknya bening. That’s me!
Tipu menipu, adu mengadu, ijazah palsu, that’s me!
Gugat menggugat, sikat menyikat, lidah bersilat, that’s me!
Profesiku pokrol bambu, siapa yang tidak tahu, that’s me!
ADEGAN IV
Semar : Saya jadi lurah sejaak awal sejarah, sudaah lama kepingin berhenti tapi tak adaa yang mau mengganti. Sudah bosan, jemu, capek, lelah. Otot kendor, mata kabur, mau mundur dengan teratur, mau ngaso di atas kasur.
Saya kembung bukan karena busung, mata berair bukan karena banjir, tapi karena menjadi tong sampah. Serobotan tanah, pak lurah. Curi air sawah, pak lurah. Beras susah, pak lurah.
Semua masalah, pak lurah, tapi kalau rejeki melimpah, pak lurah…tak usah…payah.
ADEGAN V
BAGONG DAN PENGAWALNYA MEMASUKI PANGGUNG
Bagong : Jaman ini jaman edan, tidak ikut edan tidak kebagian.
Di terminal calo berkuasa, dia tentukan penumpang naik apa.
Di dunia film broker merajalela, dia tentukan sutradara bikin apa.
Di sini, itu si Petruk sialan, datang merangkak meminta pekerjaan.
Aku suruh ngangon bebek tiga puluh ekor, tiap minggu harus antar lima puluh ekor.
Malah dia tentukan berapa harus setor. Sungguh-sungguh kurang telor.
Sekali aku datang mengontrol, bebeknya hilang dua ekor.
Waktu ditanya, dia menjawab “dimakan burung kondor”
Di sini tak ada burung kondor. Dia yang kondor.
Dia datang melolong minta tolong, sudah ditolong, ee…dia nyolong.
Orang seperti ini harus dipukuli, sayangnya aku tak berani.
Lagipula aku tidak mau mengotori tanganku, dengan menyentuh tubuhnya yang kotor dan bau. Aku tidak mau main hakim sendiri, apa gunanya pak lurah digaji.
ADEGAN VI
SEKELOMPOK BEBEK MEMASUKI PANGGUNG
Petruk : Orang sudah melarat ditimpa cialat, telor sudah dimakan masih juga digugat.
Padahal yang bertelor tidak peduli, apa mau dimakan atau dicuri.
Pokoknya aku tiap minggu sudah setor, sekitar lima puluh telor.
Waktu menyebrang jalan, datang motor, bebek kabur, satu ketubruk dan mati konyol.
Sekarang aku harus menghadap pak lurah mempertanggung jawabkan apa yang sudah aku lakukan. Menurut versi Bagong dongkolan, siapa menolongku, siapa membantuku?
Gareng :Apa masalahmu, menangis tersedu-sedu
Apa persoalan,merengek tersedan-sedan
Jangan takut, aku bukan polisi
Bukan maut, juga bukan polusi.
Petruk : Begitu mulutnya dibuka, mendadak hilanglah duka
Permisi, mohon bertanya, kok mau menyapa saya?
Gareng : aku sedih melihat orang susah. Aku murka melihat orang marah.
Aku membantu orang kejepit, kena urusan berbelit-belit.
Petruk : Ikan dicita, ulampun tiba. Janda dicinta sebab kaya raya.
Bapak mau menolong saya yang lagi bingung kena perkara?
Gareng : Aku diturunkan ke bumi ini dengan suatu misi.
Membantu orang yang kena perkara, baik yang perdata maupun pidana
Pilih mana, bagi saya sama saja.
Petruk : Anu pak, ini urusan telor dan bebek.
Gareng : Ah, telor dan bebek. Bukan telor dan ayam?
Di sini telor, di sana telor, sama-sama telor
Di sini bebek, di sana ayam, bagiku sama saja.
Petruk : Ya, tapi saya melarat pak.
Gareng : Ya, saya juga melarat, karenanya harus bekerjasama yang erat.
Segala sesuatu dikerjakan dengan mufakat.
Misalnya saja tentang honorku, biar bagaimanapun aku ini pokrol bambu
Kamu harus hargai profesiku.
Petruk : Bapak harus sadari profesi saya, yang tidak menghasilkan apa-apa.
Harta karun tidak ada, yang ada cemeti dan celana.
Ambil saja cemeti, biar nanti saya cari lagi.
Jangan ambil celana, nanti saya celaka
Menambah lagi perkara, perkara pusaka dewata.
Gareng : Ini bukan perkara cemeti atau celana
Tapi urusan telor dan bebek. Jelas urusan telor dan bebek
Telor dan bebek, tor-tor, wek-wek.
Petruk : Tor-tor, wek-wek? Maksudnya ha?
Gareng Ssst! Jangan keras-keras.
MEREKA SALING BERBISIK, KEMUDIAN TERTAWA TERBAHAK-BAHAK, RAHASIA, MENGANDUNG ARTI NAKAL
ADEGAN VII
SEMAR DAN BAGONG MENUJU PETRUK DAN GARENG
Semar : Sudah di pikir masak-masak?
Bagong :Sudah. Malah hampir busuk.
Semar :Kalau di pikir-pikir berapalah rugimu?
Bagong :Ini bagi saya memang bukanlah persoalan untung rugi. Ini soal kepercayaan saya yang di lukai. Muka saya di ludahi. Sudah di tolong masih mencuri. Saya kurang baik apa? Masih saja orang bilang saya pelit, medit, bakhil.
Semar : Penghisap, pemeras, penggencet, penyedot, pengepres.
Bagong : Ya, semua yang tidak beres.
Semar : Kalau dia mengakui, apa tindakan mu?
Bagong : Dia harus bayar kerugianku.
Semar : Kalau dia tidak dapat?
Bagong : Apa boleh buat, pecat.
Semar : Lantas apa nasibnya?
Bagong ; Ini urusannya, urusan pak lurah.
Semar ; Kalau ia tidak mengaku bersalah?
Bagong ; Pak lurah atur supaya ia menyerah. Nanti saya atur agar padi pak lurah bertambah.
Semar ; Saya sudah menjadi lurah sejak awal sejarah. Jangan omongamu membuat saya marah.
Bagong ; Maaf pak lurah. Maksud saya sama sekali tidak mempengaruhi hanya si Entong anak bapak kemarin kepingin motor.
Semar ; Kalau dia kepingian, tentu dia ngomong sama saya.
Bagong ; Dia kemarin pesan motor apa saja.
Semar ; Mau tutup mulut tidak? Mau aku depak?
Bagong ; Maksud saya….
DATANG PETRUK DAN GARENG
Gareng ; Eh, pak lurah. Selamat pagi, selamat ketemu lagi. Apa kabar pak cukong? Masih suka membagong.
Bagong ; Pokrol busuk, awas. Jangan sembarangan ngomong.
Semar ; Perkara apa yang kita hadapi, hina menghina atau curi mencuri?
Bagong ; Maaf pak lurah. Dia yang mulai.
Semar ; Gareng, apakau jadi pembela?
Gareng ; Betul. Pembela dan kuasa penuh.
Bagong ; Maksudnya, kalau kalah perkara saudara masuk penjara?
Gareng ; Saya kira, yang akan kalah itu saudara.
Semar ; Baik, kita mulai. Orang mau bicara hanya dengan seijin saya.
Bagong ; Setuju.
Gareng ; Kalau maunya pak lurah begitu.
Petruk ; Bb-bb
Semar ; Bagaimana kau petruk?
Bagong ; Penggugat, terdakwa, tertuduh, tersangka.
Semar ; Kalau mau bicara harus seijin saya.
Bagong ; Maaf, pak lurah. Bagaimana petruk?
PETRUK DIAM SAJA.
Semar ; Jawab petruk.
Gareng ; Maaf pak lurah.
Semar ; Pembela?
Gareng ; Boleh saya bicara?
Semar ; Silahkan.
Gareng ; Sebelum saya minta maaf bagi klien dan pasien saya. Klien, karena ia minta saya sebagai pembelanya dan kuasa usahanya. Pasien, karena ia minta saya menjadi dokternya. Keterangan dan penjelasannya; sewaktu ia datang kepada saya yaitu pada hari kamis legi yang lalu, tanggal 32 september 1999, getaran pada jam 10. 30 menit, 6 detik, 7 detik, 8 detik, 9 detik ricther. Udara 240 C, curah hujan 25 cm, naga di selatan, singa di utara, bintang venus berada di….
Bagong ; Pak lurah saya protes.
Semar ; Kenapa?
Bagong ; Urusan apa itu si Venus? Sebentar lagi si Wati, si Inah, si anu…
Semar ; Protes di terima, pembela….fakta yang langsung berhubungan dengan fenomena dan sebaiknya yang berkaitan dengan perkara.
Gareng ; Walau hak saya di kurangi…. tak apalah. Saudara petruk ini datang pada saya, di kantor saya di kaki enam depan pasar, sebelah kiri toko sepeda, seblah kanan warung tegal, bersebrangan dengan pompa minyak goreng. Menceritakan kepada saya musibah yang menimpa dirinya yang di sebabkan oleh telor bebek dan bapak bagong. Dengan suara dingin bergetar kedinginan. Pak lurah ia datang berlari langsung sawah yang kehujanan lebat dingin sekali. Mengamankan bebek-bebek dan telor-telor yang menjadi tanggungannya, mendadak banjir dari kali, kilat menyambar dari langit. Dua bebek di bawa banjir….
Bagong ; Astaga, telornya?
Gareng ; Sepuluh butir disambar petir, hancur berantakan.
Bagong ; Telor-telorku….
Semar ; Benar ini semua terjadi?
Petruk ; Ia…wek…wek…wek
Semar ; Jawab yang benar.
Petruk ; Wek…wek…wek…wek.
Semar ; Jangan main-main.
Gareng ; Wek…wek. Maaf pak lurah. Selesai dia menceritakan pengalamannya yang mengerikan itu, ia jatuh pingsan. Badannya mengigil, keringatnya mengalir, mukanya pucat, ia mengeluh. Wek…wek…waktu sadar, terlanjur suara yang bisa ia keluarkan hanya wek, selain wek tak ada wok…wok. Seperti pak lurah dengar tadi. Ia sedih sekali, saya ikut sedih dan berjanji padanya akan menyembuhkannya. Jadi kalau ia menjawab dengan wek…wek, maafkanlah ia.
Semar ; Bagaimana Petruk?
Petruk ; Wekwek….
Bagong ; Pak lurah, ini saya kira satu permainan yang licik, akal-akalan si pokrol bambu, pokrol tipu, pokrol….
Gareng ;Pak lurah, ini saya adukan cukong Bagong, karena telah menghina saya di depan umum. Pak lurah mendengar sendiri dari moncong Bagong….
Bagong ; Pak lurah, saya adukan pokrol itu menghina saya menyebut mulut saya dengan moncong….
Semar ; Saya catat, saya sudah catat. Gareng menghina Bagong, Bagong menghina Gareng. Skor, satu lawan satu. Draw, remis. Sama kuat, selesai. Saya peringatkan, jangan ada yang nyeleweng lagi. Kita lagi membicarakan perkara Petruk dengan bebek dan telornya Bagong.
Gareng ; Saya tidak punya urusan dengan telornya bagong.
Bagong ; Telor saya jangan dibawa-bawa.
Gareng ; Memangnya kau taruh di rumah?
Semar ; Lama-lama hilang kesabaran saya. Tekanan darah saya naik. Kita lagi membicarakan soal wek-wek.
Bagong ; Pak lurah, ini bukan perkara wekwek.
Gareng ; Tak ada kaitannya dengan wek-wek? Lantas mengapa Petruk sekarang hanya bisa bilang wek-wek? Ya kenapa? Karena ia ingat ada bebek yang dibawa air bah, karena ia cinta sama bebek asuhannya, karena ia merasa sepenuhnya bertanggung jawab atas keselamatan bebek yang berbunyi wek-wek itu.
Karena ia saban hari saban malam mendengar hanya suara wek-wek, hingga suara wek-wek menjadi obsesi, otaknya penuh suara Wek-wek, syarafnya diganggu oleh wek-wek, pita suaranya tersetem pada nada wek-wek. Dia hanya akan bisa ber wek-wek sampai akhir hayatnya. Bahkan kuburnya nanti akan berbunyi wek-wek. Daan doa untuk arwahnya harus berbunyi wek-wek. Dan kita sekarang harus membicarakan ini dengan bahasa wek-wek.
Bagong ; Saya protes, tidak bisa. Saya belum belajar bahasa wek-wek. Kenapa harus berwek-wek, wok-wok. Wek-wek apa wok-wok.
Semar ; Itu terlalu ekstrem, kalau kita harus menyelesaikan perkara ini dengan bahasa wek-wek, maka terpaksa perkara ini harus ditunda untuk waktu yang tidak ditentukan. Sampai kita semua telah mahir ber wek-wek.
Petruk ; Wek…wek..wek.
Semar ; Apa maunya?
Gareng ; Kasihanilah saya. Saya tidak bersalah.
Bagong ; Bohong. Dia telah mencuri tiga belas telur dan tiga ekor bebek.
Petruk ; Wek..wekwek….
Gareng ; Tidak salah
Bagong ; Salah
Petruk ; Wek-wek
Gareng ; Tidak
Bagong ; Salah
Semar ; Wekwek…
Gareng ; Ya wekwek…
Bagong ; Apa wek-wek?
Petruk ; Wek…wek…wek…
Semar ; Wek…wek.
Bagong ; Wek…wek.
Gareng ; Wek…wek.
Semar ; Diam, wekwek. Sudah jadi bebek semuanya.
Petruk ; Wek…wek.
Gareng ; Kalau dulu ia tidak dipaksa harus hidup berhari-hari dengan bebek. Dia jadi begitu
karena Bagong.
Bagong ;Dia datang kepada saya minta pekerjaan. Yang lowong hanya ngangon bebek. Dia terima pekerjaan itu, saya tidak paksa.
Semar ; Apa keadaan yang harus dipersalahkan?Bagong, berapa ekor yang dia harus jaga? Dan berapa telor harus dia setor?
Bagong ; Bebek tiga puluh ekor.
Gareng ; Kelaminnya
Bagong ; Kelamin? Jangan hina saya ya, jelas saya laki-laki.
Gareng ; Saya tidak tanya kelaminmu. Kelamin bebek?
Bagong ; Tiga puluh ekor betina semua.
Semar ; Berapa telor yang harus dia setor?
Bagong ;Lima puluh butir seminggu, bebek menelor tiga hari sekali, seminggu dia menelor dua kali. Tiga puluh bebek bertelor selama seminggu enam puluh, saya minta setorin lima puluh, yang sepuluh buat upah si Petruk. Kan cukup. Sepuluh kali seribu kan sepuluh ribu seminggu?.
Semar ;Sepuluh ribu seminggu, bisa hidupkah dengan uang itu? Beras, bisakah dia penuhi setoran itu?
Bagong ;Tidak pernah. Mula-mula Cuma empat puluh, makin lama makin berkurang.
Petruk ; Wekwek…
Semar ; Apa maksudnya?
Gareng ;Tiga puluh ekor bebek, betina semua. Tidak ada jantannya. Bagaimana bisa bertelor pak lurah? Ini jelas contoh pemaksaan kemauan dan penghisapan di luar batas kemanusiaan dan kebinatangan,
Bagong ;Nyatanya, mula-mula bebek itu bertelor.
Gareng ;Itu karena kau beli dan serahkan. Lebih-lebih dia baru bergaul dengan bebek jantan. Kemudian….
Bagong ;Nyatanya dia masih bertelor.
Gareng ;itu jasanya si Petruk.
Semar ; Hei, kau boleh menipu kami, tapi tipuan ini tidak berlaku. Masa Petruk berhubungan dengan bebek?
Bagong ;Biarkan saja, asal bebek yang bertelor.
Gareng ;Kenapa kau tidak gauli saja sendiri bebek-bebek itu? Pak lurah, maksud saya tidak seperti yang pak lurah bayangkan. Karena Petruk diam-diam pinjam bebek jantan dari tukang angon lainnya. Dan mebiarkan si jantan itu menggauli bebek betina maka masih ada telor yang bisa dipungut. Biar nafsu kebinatangan pejantan itu luar biasa, tetapi ia tidak menggauli seluruh bebek betina itu.
Semar ; Kalau begitu si Petruk berjasa besar. Berjasa terhadap bebek betina itu dan berjasa terhadapmu Bagong.
Petruk ; Wekwekwek…
Semar ; Apa katanya?
Gareng ;Dasar orang tidak tahu terima kasih. Tidak tahu menghargai jasa orang.
Semar ; bagaimana bagong?
Bagong ;Ya… bebek yang dua dimana?
Gareng ;Ya dibawa banjir.
Bagong ;Bukan itu, sebelumnya? Pasti dijual.
Gareng ;Menurut Petruk, yang satu disambar alap-alap. Yang lain dimakan anjing.
Bagong ;Bohong. Percuma punya bebek. Hilang melulu, beri telor tidak. Percuma punya tukang angon.
Petruk ; Wekwek…
Bagong ;Apa lagi?
Gareng ;Tiap kali pinjam penjantan, dia harus bayar dua telor.
Bagong ;Pemeras
Gareng ;Siapa?
Bagong ;Itu yang pinjamkan pejantan.
Gareng ;kau bisa bilang irang itu pemeras!? Lantas kau maunya pinjam gratis gitu?
Semar ; Nah, perkaranya sudah jelas, Bagong nampaknya kau yang kalah. Betul Petruk kurang dapat menepati janjinya tetapi itu karena keadaan yang kau ciptakan sendiri. Kau tidak bisa memecat ia, dan kalau kau mau bebekmu bertelor, belilah barang tiga pejantan. Dan kau mesti bayar dukun yang mengobati si Petruk.
Bagong ;Saya tidak mau mengatakan pak lurah berat sebelah. Tapi…ongkos dukunnya berapa?
Gareng ;Lima puluh ribu rupiah
BAGONG BAYAR SELEMBAR LIMA PULUH RIBUAN
Bagong ;Rugi-rugi…(pergi)
Semar ; Gareng, cari dukun yang baik, biar Petruk lekas sembuh.
Gareng ;Tentu saya akan usahakan.
Petruk ; Wekwek…
Semar ; Ya, wekwek…
ADEGAN VIII
GARENG DAN PETRUK
Gareng ;(tertawa)hahahaha…..
Petruk ; (tertawa) wekwekwekwek….
Gareng ;Bagi uangnya. Nah kau selembar, aku selembar
Petruk ; Wekwek…
Gareng ;Nah, sekarang mana dua bebek yang dibawa banjir?
Petruk ; Wekwekwekwek….
Gareng ;Ayo, jangan main-main lagi. Sandiwaranya sudah selesai
Petruk ; (menunjukan tenggorokannya) wekwek….
Gareng ;Janjimu bagaimana? Mana imbalanku?
Petruk ; (menunjuk uang di tangan Gareng) wekwek… (pergi)
Gareng ;Wah si Petruk bodoh tapi lihay, lihay tapi bodoh. Aku pokrol bambu kena tipu.
ADEGAN IX
SEMAR DAN PETRUK
Semar ; (tertawa) Saya jadi lurah sejak awal sejarah…
Petruk ; Hehehehe….pak lurah, amaf sudah berbohong.
Semar ; Bebek yang dibawa banjir dan telor yang sambar petir.
Petruk ; (tertawa) benar pak lurah. Saya lupa…wekwek….
Semar ; (mengggelengkan kepala) saya jadi lurah….
TAMAT
Selasa, Maret 29, 2011
Ingin, akan... Sesuatu yang belum terjadi
Apa yang diucapkan seseorang pada kekasihnya bila hendak berpisah untuk beberapa hari? "Sayang aku hanya INGIN setia padamu".
setiap hari minggu saat kebaktain di gereja, setiap kali konsekrasi, umat selalu menyatakan sebuah kalimat yang menarik : "Ya Tuhan saya tidak Pantas Tuhan datang padaku tetapi bersabdalah saja maka saya AKAN sembuh".
pada kata INGIN dan AKAN diatas, bila diucapkan dan ditulis seolah-olah sebagai kalimat yang utuh dan tidak bermasalah, tetapi bila diulang-ulang membacanya dan di teliti, tentu ada kejangfgalan logika yang fatal.
"Sayang aku hanya ingin setia padamu". pada kalimat tersebut, INGIN menunjukan sebuah kata sifat yaitu mengharapkan sesuatu untuk bisa setia. artinya ingin disini mempunyai arti bahawa kekasih tersebut belum bisa setia atau tidak yakin bahwa dia bisa setia, sehingga ia hendak menegaskan bahwa Ia sedang berproses untuk setia.
Seperti halnya orang yang tidak punya uang tentu dia ingin punya uang, tidak demikian dengan orang yang sudah punya banyak uang, tentu yang diinginkannya bukan lagi uang.
Jika Setia masih menjadi keinginan, maka orang tersebut belum memiliki kesetiaan. tetapi jika orang tersebut sudah memiliki kesetiaan maka kalimat yang diucapkan tidak lagi : Sayang aku hanya ingin setia" tetapi "Sayang aku ingin tetap setia". tambahan tetap menunjukan tidak berubahnya keinginan, yang sebelumnya setia tetap bertahan ingin setia.
Sama halnya dengan ingin diatas, pada kalimat kedua,"Ya Tuhan saya tidak Pantas Tuhan datang padaku tetapi bersabdalah saja maka saya AKAN sembuh". menunjukan keragu-raguan sesorang bahwa setelah Tuhan bersabda maka Ia bisa Sembuh. AKAN menunjukan sebuah proses untuk sembuh, tetapi belum sampai pada tingkat sembuh. jadi kalimat yang pas menurut saya: "Ya Tuhan saya tidak Pantas Tuhan datang padaku tetapi bersabdalah saja maka saya sembuh".
Jumat, Maret 19, 2010
Harapan
Senja Jelita...
Engkau menghadirkan alunan gerimis di kota dili..
pada Pagi Esok,
gunung gemunung berbatu pun menghijau Elok
bersama Ombak di laut bercadas yang menghentak
bagai lenggang musik pesta dansa... Di Lazuardi Biru...
aku melihat Sang Pengada tersenyum
tanda kehidupan baru mulai...
Dili 20 Maret 2010
Menunggu Janji
Malam Jahanam...
kenapa kau biarkan sepi hadir dijiwa..
kau biarkan gelisah merangkak dimalam ini..
dan lagi...
bagai tahun yang mengulang ditahun berikutnya...
Diatas Gunung gersang, dan laut cadas di Dili,
aku menantang segala Pengada yang dusta...
Bebonuk 19 Maret 2010
Minggu, Oktober 18, 2009
Wisata Kemiskinan


Banyak cara memandang orang miskin di Jakarta. Bagi pemerintah, orang miskin dianggap sebagai penggangu pembangunan yang meresahkan dan bisa menciptakan instabilitas pemerintahan maka seringkali yang dilakukan oleh pemerintah daerah hingga ke pusat adalah mengerahkan Satuan Polisi Pamong Praja (SATPOL PP) atau aparatur keamanan lainnya bila perlu preman bayaran untuk mengusir warga miskin dari lokasi sudut-sudut kota yang dianggap ilegal tanpa mencari solusi bagai mana sesungguhan kewajiban negara untuk orang-orang semacam ini.
Bagi orang kaya yang hidup di dunia bisnis dan tidak bersetuhan dengan lingkup sosial masyarakat miskin, sebagian dari mereka menganggap orang miskin adalah orang bodoh, perampok, pemalas, tukang palak, tukang mabok, pencuri, pengemis dan sebagainya, yang tanpa mereka pikirkan bahwa perampok yang paling meresahkan adalah penyelewengan dana Pemerintah (korupsi) yang justru dilakukan oleh oarng-orang kaya dan dibagikan kepada orang-orang kaya lainnya (kasus BLBI, dan kasus korupsi lainnya)
Bagi beberapa orang yang peduli terhadap lingkungan sosialnya, mereka memandang orang miskin sebagai orang yang perlu ditemani, di bela hak-haknya sebagai warga negara dan dibantu untuk mendapatkan akses pendidikan dan keterampilan supaya lambat laun bisa berubah setidaknya menjadi orang yang mampu hidup layak sebagai manusia sosial lainnya.
Cara Pandang Baru yang Mengerikan!
Beberapa waktu lalu, ketika berdiskusi dengan Romo Sandyawan sumardi, SJ di markas Jaringan Relawan Kemanusiaan Jakarta, saya mendapatkan informasi yang mengerikan yaitu kemiskinan yang dijadikan objek pariwisata. Bagiku yang mengejutkan adalah bagi beberapa orang, salah satunya adalah orang yang pernah kukenal namanya pada tahun 1998 saat berdemonstrasi menumbangkan rezim diktator Soeharto. Entah apa yang ada dibenaknya, Ia adalah salah satu orang yang melihat peluang terhadap banyaknya masyarakat urban yang hidup miskin berhimpitan di pinggir kota jakarta. Mereka melihat orang miskin sebagai sesuatu yang bisa dijual/ dikomersilkan untuk tujuan pariwisata bagi turis-turis asing. Mereka menganggap bahwa kehidupan orang miskin ditengah kota Jakarta bisa dilihat sebagai budaya (seperti budaya koteka di Irian Jaya), sehingga bisa menarik dan mendatangkan turis-turis untuk mengunjungi tempat wisata yang baru itu.
Tentu ini cara pandang baru terhadap orang miskin yang sangat mengerikan, dimana para turis yang kebanyakan dari Australia di Guide untuk melihat langsung bagaimana orang-orang dipinggir kali Ciliwung hidup dalam kesehariannya, sang guide ingin menunjukan kepada sang turis bahwa di tengah gedung megah yang merajalela di jakarta, hanya butuh waktu setengah jam untuk sampai pada situasi yang sangat kontras, sebuah ruang 2 x 3 meter dari seng bekas berkarat dan berlobang di beberapa bagiannya dan beberapa dinding dari kardus dan plastik bekas, tanpa ventilasi, tanpa kamar disana berdesanan 5 orang dalam satu keluarga dengan MCK dibelakang rumahnya yaitu di kali Ciliwung. Sang Guide lalu mewawancarai para penghuni rumah yang kumuh dan membagikan uang Rp. 50,000 sebagai imbalan untuk pengambilan gambar seluruh sudut-sudut ruangan yang ada hingga sudut sarang tikus yang jadi satu didalam rumah tersebut.
Bagi masyarakat miskin yang tidak tahu-menahu, mereka cukup senang mendapatkan upah Rp. 50,000.00 tanpa sadar bahwa mereka sedang dieksploitasi, ditelanjangi dan dipertontonkan kepada orang-orang lain yang tidak pernah mengalami atau membayangkan bahwa kehidupan seperti itu ada di Jakarta.
Bagi Sang Turis, mereka senang, bisa melihat sisi lain kehidupan masyarakat Jakarta dan berhasil mendokumentasikan cara hidup yang bagi mereka baru diketahui. Tentu mereka kemudian menjadikan hasil wawancara dan pengambilan gambarnya untuk dijadikan sebuah Film yang mungkin kelak bisa mendapatkan penghargaan. Tanpa mereka sadari bahwa para Turis ini telah melakukan pelangaran etika dan hukum karena telah memasuki ruang privasi sebuah keluarga dan mengeksposenya dalam subuah dokumentasi.
Bagi sang Guide karena kemahirannya bisa menceritakan dan mengulas tentang kemiskinan di Jkarta layaknya para Guide Turis Pariwisata di Bali yang mampu mengulas tradisi dan budaya serta tempat-tempat alami di Bali, mereka akan mendapatkan upah yang cukup besar dan menjadikan hal semacam ini sebagai tujuan pariwisata yang layak di promosikan.
Sebuah ironi dari KEBIADABAN manusia yang mengeksploitasi penderitaan orang lain. ini sama dengan yang saya jumpai saat terjadi bencana alam di Aceh dan beberapa wilayah lainnya dimana orang-orang menonton, mengambil gambar dan menikmati dirinya sebagai pusat perhatian media "seolah-olah" dengan berada ditengah-tengah korban, dia mampu menunjukan kepedualiannya terhadap orang yang baru kena musibah, padahal Dia sedang mengambil keuntungan dari sebuah musibah.
Bukan Pilihan
Menjadi Miskin jelas bukan pilihan orang miskin. Lantas apakah mereka miskin karena mereka malas, pemabok, bla bla bla…banyak contoh yang tegas dimana orang-orang miskin berusaha dan bekerja lebih keras dari para orang pada umumnya. Mereka menjadi miskin karena kondisi dan kesempatan yang tidak diciptakan bagi mereka untuk bias mengakses hak-haknya agar keluar dari kemiskinan. Untuk itulah jaminan atas hak asasi manusia ini ditegaskan oleh masyarakat internasional dalam Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia Pasal 25 deklarasi itu menyebutkan, “Setiap orang berhak atas taraf hidup yang menjamin kesehatan dan kesejahteraan untuk dirinya sendiri dan keluarganya, termasuk pangan, pakaian, perumahan, dan pelayanan kesehatan, pelayanan sosial yang diperlukan, serta hak atas keamanan pada saat menganggur, sakit, cacat, ditinggalkan oleh pasangannya, usia lanjut, atau keadaan-keadaan lain yang mengakibatkan merosotnya taraf kehidupan yang terjadi di luar kekuasannya”.
Di Negara kita, Indonesia. Orang miskin dilindungi oleh Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Nomor XVII Tahun 1998 tentang Hak Asasi Manusia. Selanjutnya, mengacu pada pasal 34 Undang Undang Dasar 1945 yang menyatakan “fakir miskin dan anak-anak telantar dipelihara oleh negara”. Yang seharusnya bahwa hidup mereka adalah tanggung jawab Negara dan tanggung jawab masyarakat lainnya sebagai masyarakat social. Karena Negara diciptakan untuk berpihak terutama kepada orang miskin supaya mereka mampu hidup layak sebagaimana manusia social lainnya.
Mungkin kegalauan saya terhadap sikap kebanyakan orang terhadap orang miskin, saya selalu diingatkan terhadap kenyamanan orang-orang kaya dengan gaya hidupnya yang seolah-olah lepas dari orang-orang disekilingannya yang miskin, cara berpikir yang naif terhadap orang miskin yang dianggap kotor, iahat dan blablabla.., maupun akan tiadanya pengharapan bagi banyak orang miskin karena sekian lamanya tidak juga mampu keluar dari persoalan hidupnya yang telah diwariskan oleh orang tuannya.
”Wah saya mah enggak tahu lagi mas, mau bagaimana lagi, bagimana untuk besok saja saya tidak mampu memikirkannya apakah tetap sama seperti hari ini atau kemarin” sebuah sikap kepasrahan. Padahal kesadaran tentang cita-cita, harapan akan masa depan seharusnya menjadi motivasi setiap orang hidup. Masa depan bukan suato donasi, pemberian derma : masa depan ada sebagai keharusan sejarah dan mengandung arti kesinambungan sejarah. Sejarah tidak pernah mati, dan tidak bermetamormofis menjadi fatamorgana khayalan (Paulo Freire, Pedadogi Hati)
Tadius Prio Utomo
Member of Matraman Shelter
Tinggal di Dili, Timor Leste
Selasa, Oktober 07, 2008
Langganan:
Postingan (Atom)