Kamis, April 10, 2008

Ayat-ayat Cinta & SBY


"Sebuah film dikatakan berhasil apabila mampu menghadirkan pesan yang hendak disampaikan dalam sebuah realitas, Ayat-ayat Cinta berhasil menghadirkan pesan bagi penontonnya karena saya sempat menitikkan air mata". Begitulah kira-kira pernyataan Presiden RI yang ke Enam Susilo Bambang Yudhoyono setelah menonton sebuah Film yang di ambil dari buku Ayat-ayat Cinta karya Habiburrahman El Shirazy


Seperti biasa, rasanya sayang untuk merogoh kocek minimal Rp. 50,000 untuk sebuah film indonesia yang diputar di bioskop. lho koq Rp. 50,000? iya harga tiket paling murah 17,500 untuk satu orang, biasanya tidak mungkin nonton hanya sendiri karena tidak enak bila menikmati sebuah karya film tanpa mendiskusikan apa yang baru saja dilihat, jadi mau tidak mau harus mengajak teman dimana harus mengorbankan 17,500 lagi dari ujung kantong. lalu 17,500 + 17,500 kan hanya 35,000. tentu masih ada 15,000 bisa jadi 2 alternatif, jika naik taksi bisa langsung habis, tapi kalau rela berdesak-desakan di angkot dan mau ikut koboi-koboian khas sopir metro mini no.47 jurusan pondok kopi-senen, maka masih ada sisa uang 10,000 yang bisa mebuat suasana makin romantis bila dijadikan sebungkus pop corn untuk dinikmati saat nonton berdua. syaratnya tentu jelas yang diajak nonton adalah mahluk yang berbeda jenis kelamin, namun itupun masih ada kekurangannya karena dengan 50,000 yang bisa dapat 2 karcis, plus tarnsport metromini dan sebungkus pop corn yang bisa membuat aku banyak menelan ludah karena seret tanpa minum pepsi atau coca cola gaya anak muda kalau sedang nonton.

Hari ini adalah hari terakhir aku berada di jakarta setelah selama 34 hari cuti kerja kepanjangan. ya kali ini cutiku kepanjangan karena pekerjaan prorek pengadaan Gensets untuk PLN Timor Leste sudah selesai tanggal 7 Maret yang lalu. uang sebanyak 1,6 juta USD pun sudah digelontorkan kerekening perusahaan, jadi aku sudah kehabisan tenaga untuk berlama-lama di Dili. sejak tanggal 8 Maret aku sudah di jakarta, rasanya seperti berada di dunia yang baru setelah 4 bulan berada di timor leste, ya dunia dengan peadaban yang penuh hati bila sedang berkumpul dan menhabiskan waktu dengan keluarga, teman, dan Aan. satu-satunya perempuan yang sudah hampir 10 tahun ku pacari.

hari ini, setelah jam 5 sore (jam pulang kantor Aan), dengan mobil starlet milik kakakku yang kupinjam, aku meluncur dari Gedung Pahala ke Atrium untuk bertemu kekasihku. belakang gedung Pahala ada satu ruangan favorit yang biasa aku jadikan rumah kedua jika di jakarta, malah biasanya menjadi rumah utama, karena disitulah markas Penerbitan Fresh Book dan toko buku Online bersusuh. Penerbitan yang sejak tahun 1999 dipelopori oleh Syafiq teman kuliahku dulu di Filsafat Driyarkara. Syafiq dan aku membangun penerbitan yang tidak juga beranjak dewasa karena berbagai faktor. namun yang jelas sudah hampir 10 tahun penerbitan itu berjalan hingga kini tidak sampai tumbang seperti layaknya pohon-pohon dijakarta yang bertumbangan bila di terpa hujan dan angin yang deras. dan sekarang sejak satu tahun lebih aku melalang buana sebagai relawan di Aceh, Jogja dan memilih kerja di Timor Leste, penerbitan ini sudah bisa punya devisi toko buku online yang semua dijalankan hanya oleh syafiq semata, satu-satu teman yang kata dunia perwayangan sebagai gatot kaca, otot kawat balung wesi. sungguh temanku ini memang bertulang besi dan berotot kawat karena sampai kini belum ada daging yang mau bertengger di tubuhnya apalagi lemak.

Tidak Ada Pilihan

setelah sepanjang sore menhabiskan waktu bersama Aan. bergandengan dari mulai di toko buku Gunung Agung, melihat-lihat buku, membolak-mbalik majalah, dan berhenti lama di sudut rak yang ada label Hoby untuk melihat buku bertanam cabe, ya karena selama aku di jakarta, aku menanam 150 batang cabe dalam polyback, semenjak harga cabe mencapai 40,000/kg bahkan beberapa hari terakhir tembus ke 70,000/ kg.

dari toko Buku dan tetap bergandengan kadang sedikit berpelukan, karena ditempat umum, kami berjalan di lantai 3 Mall Atrium kami pindah ke lantai 4 sambil berdiskusi hampir 15 menit menentukan mau makan apa. akhirnya diputuskan untuk makan di restoran dari malang yaitu karapitan. setelah sudut-sudut perut terisi penuh dengan berbagai makanan mie bakso, es teler dan soda. gelambir lemak yang sudah berlipat tiga makin kelihatan anggun bergoyang-goyang karena sudah pasti lemak-lemak dalam perut akan bertambah, kami kembali bingung mau ngapain lagi? jalan2 sudah bosan, makan sudah, mau pulang rasanya masih terlalu sore karena waktu di Hp baru menunjukan pukul 20.30. maka kami memutuskan untuk nonton di Bioskop.

tanpa tahu jadwal film yang mau diputar karena pilihan menonton didasari pertama-tama karena ogah pulang terlalu sore dan masih ingin melanjutkan kebersamaan sebelum besok kami puasa jumpa selama 3-4 bulan. dan satu-satu film yang baru saja lima menit di putar adalah Ayat-ayat Cinta. maka tanpa berpikir lebih lama lagi segera kutentukan tempat di bangku yang paling belakang nomor urut 3 dan 4 dari jalan sebelah kiri. uang sebesar 50,000 yang ada di tanganku sudah berpindah tangan lewat lobang loket dan di ganti dengan dua buah tiket serta recehan lecek 15,000.

Plot Yang Bagus

Membelalakan mata didepan layar lebar selama hampir satu setengah jam lamanya mendapatkan suguhan yang membuat hatiku galau. bagaimana tidak. Film Ayat-ayat Cinta seperti ini kah yang bisa membuat Presiden ke Enam RI menitikan air mata? sungguh ironis. aku sendiri menyaksikan film Ayat-ayat cinta dengan gemas sampai kadang-kadang ngedumel. harusnya begini, harusnya begitu, setingannya gak seperti itu, ceritanya tidak sekuat apa yang digambarkan oleh Habiburrahman El Shirazy dalam novelnya. melihat aku yang gelisah, segera Aan membisikan sesuatu "Mas ini lebih baik koq ketimbang Sinetron di SCTV" lalu aku terdiam melanjutkan tontonan sambil merenungkan kalimat terakhir kekasihku.


Fahri, dalam Buku Ayat-ayat Cinta merupakan tokoh utama


Tidak ada komentar: